FAKTADATANEWS – Masuknya Investasi di Jawa Barat sepertinya belum berdampak secara langsung terhadap perluasan lapangan kerja.
Kondisi ini membuat Provinsi Jawa Barat berada dalam posisi pertama jumlah pengguran terbanyak di Indonesia.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Rachmat Taufik Garsadi mengakui, investasi di Jawa Barat setiap tahunnya meningkat signifikan.
Akan tetapi nilai Investasi ini belum berkolerasi dengan pembukaan lapangan kerja. Sehingga tidak mengurangi pengangguran di Jawa Barat.
‘’Jadi ini belum memberikan dampak positif terhadap pengurangan pengangguran,” ujar Rachmat kepada wartawan belum lama ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 di Jawa Barat masih ada sekitar 2.01 juta orang pengangguran atau sebesar 7,98 persen.
Jumlah tersebut telah mengalami penurunan jika dibandingkan tahun seelumnya sebesar 8,35 persen
“Jadi 7,89 persen ini setara dengan 2,01 juta. Kalau dibanding tahun lalu turun,” ujar Rachmat.
Menurut Rachmat, kawasan industri di Jawa Barat banyak diisi pekerja yang berasal dari luar Jabar dengan kompsisi 40 persen.
Dia menilai, lapangan pekerjaan yang tersedia di Jawa Barat membutuhkan kompetensi. Hal inilah yang membuat warga Jawa Barat kesulitan untuk diserap di dunia kerja.
Kompetensi ini akan terus digencarkan oleh Dinakertrans melalui beberapa program pelatihan.
Sebetulnya Disnakertrans sudah memiliki berbagai program untuk terus menekan angka pengangguran.
Dia meengatakan, masyarakat di Jabar sering kalah saing dengan beberapa daerah lainnya seperti Jawa Tengah (Jateng) saat mencari pekerjaan.
Masyarakat diharapkan memiliki skill atau kemampuan sesuai dengan kebutuhan para perusahaan.
Selain itu, adanya Perpres (peraturan Presiden) no 68 terkait dengan revitalisasi pendidikan dam vokasi agar lulusan SMK memiliki keahlian.
‘’Nah ini kita siapkan dengan dunia usaha,” imbuhnya
Sementara itu bedasarkan informasi data BPS menunjukkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi berasal lulusan SMA dan kejuruan yang mencapai 8,41 persen.
‘’Ini berdasarkan dari total TPT Februrari 2023.’’ Tulis BPS
Data itu mengindikasikan adanya penawaran tenaga kerja yang tidak terserap terutama pada lulusan pendidikan tingkat menengah.
Sementarayang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja.
Hal ini dapat dilihat dari TPT penduduk yang tidak pernah sekolah atau tidak pernah mengenyam bangku sekolah yang relatif lebih rendah.
‘’Ini jumlahnya hanya sebesar 1,64 persen,’’ ujarnya.
Sementara untuk TPT dari tingkat pendidikan tinggi hanya mencapai 5,59 persen saja.
Proporsi ini terbesar kedua. Selanjutnya, TPT dari tingkat sekolah dasar sebesar 3,85 persen.
BPS menjelaskan, jika dibandingkan survei sebelumnya pada Agustus 2022, TPT Februari 2023 mengalami penurunan pada dua kategori pendidikan yaitu tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Namun, jika dibandingkan dengan kondisi setahun terakhir (year-on-year/yoy) Februari 2022 tampak bahwa TPT mengalami penurunan hampir pada semua kategori pendidikan kecuali kategori tidak pernah sekolah.
TPT sendiri dihitung dari persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
Data yang diambil dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) ini menunjukkan TPT mencapai 5,45 persen pada Februari 2023.
“Berarti dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia, terdapat sekitar 5 orang penganggur,” kata BPS dala surveinya.
Apabila dibandingkan dengan kondisi Februari 2022, TPT pada Februari 2023 mengalami penurunan sebesar 0,38 persen poin.
Sedangkan dibandingkan Agustus 2022 juga mengalami penurunan, sebesar 0,41 persen poin. (zos).