FAKTADATANEWS– Keberadaan sampah yang dihasilkan tempat komersial mall, restoran, cafe dan hotel dan tempat lainnya selama ini seperti belum terkelola dengan benar.
Pemerintah daerah selama ini masih menitik beratkan keberadaan sampah rumah tangga. Padahal, sampah yang berasal dari tempat komersial juga memberikan andil besar dalam produksi sampah di wilayah perkotaan.
Pengamat Lingkungan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) David Sutasurya menilai, pengaturan sampah tempat komersial yang berasal dari mall, cafe, restoran dan hotel biasanya punya regulasi melalui Peraturan Daerah (Perda).
Namun, pengaturan sampah tempat komersil melalu Perda belum cukup untuk menjadi dasar payung hukum pengelolaan masalah sampah.
Sehingga setiap daerah perlu ada Peraturan Wali Kota (Perwal) atau Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur secara teknis mengenai pengelolaan sampah komersil.
Sebagai contoh, di Pemkot Cimahi sendiri pengelolaan sampah komersil belum diatur secara jelas dan rinci. Padahal wilayah Kota Cimahi banyak sekali tempat-tempat komersil yang memproduksi sampah.
“Jadi sebaiknya segera diterbitkan Perwal untuk pengelolaan atau penanganan sampah komersil. Pemkot Cimahi harus fokus terhadap sampah komersil, jangan melulu menangani sampah rumah tangga,” kata David Sutasurya.
Dari sisi regulasi Perda kata dia, Kota Cimahi sudah paling baik pada level tersebut. Namun turunan untuk mengatur sampah komersil masih semu.
Artinya jelas dia, khusus untuk sampah-sampah komersil harus ada keberpihakan yang mendorong potensi ekonomi dan pengurangan produksi sampah.
Misalnya, melalui Perwal itu diatur untuk sampah komersil, menejemen mall atau perhotelan bisa bekerjasama dengan pihak ketiga untuk pemilahan sampah.
‘’Pihak ketiganya bisa bekolaborasi dengan pemberdayaan masyarakat setempat,” kata dia.
Dengan begitu lanjut David, sampah komersil bisa memiliki nilai ekonomi yang berdampak positif bagi masyarakat.
Selain itu, dengan adanya perwal sampah tempat komersial, tata cara peraturan penanganan sampah, dan sanksi administratifnya juga akan jelas.
Davi menilai, mengatur kawasan tempat komersial itu tidak sulit. Pihaknya mengusulkan agar dibentuk perwal yang mengatur kawasan komersil besar yang punya dokumen lingkungan agar perusahaan komersil bisa mengelola sampah secara mandiri dengan kerjasama pihak ketiga.
Pemkot juga harus bisa mengawasi penanganan sampah Tempat komersial secara ketat supaya perwal yang dibuat benar-benar dijalankan.
“Kami berharap sampah komersil ini bisa segera dibuatkan Perwal dalam waktu singkat karena penanganannya harus ada kebijakan yang jelas dan konsisten,” ucapnya.
Outputnya, dari penanganan sampah komersil yang terfokus bisa menekan produksi sampah yang masuk ke TPA. Sebab, persoalan saat ini sampah baik rumah tangga maupun komersil produksinya sangat tinggi yang masuk ke TPA. Sehingga kapasitas di TPA cepat overload. Untuk Kota Cimahi saja produksinya sampai 275 ton per hari.
“Harapannya dengan Perwal itu terjadi pengurangan sampah ke TPA sebesar-besarnya. Kami juga dari aktivis lingkungan sedang mendorong provinsi dan kota agar melakukan langka signifikan. Sampah organik harus dipisah diolah dan dimanfaatkan ke pertanian dan peternakan,” katanya.
Kawasan komersil juga harus menerapkan terkait dengan produk dan kemasan sekali pakai, 60 persen sampah organik, dan 40 persen non organik.
Menurutnya, penerapan produk kemasan ini sangat penting untuk menekan produksi sampah yang sulit didaur ulang.
“Kita berbicara TPA Sarimuki yang sempat overload dan menimbulkan tersendatnya pembuangan sampah dari TPS ke TPA, saat ini pemecahan masalahnya masih bisa menampung sampah hanya sampai bulan Desember 2023. TPA Legok Nangka juga statusnya masih misterius,’’ pungkas dia. (zos).